SIKLOPEDI BERKAT- Masjid Jami Sultan Syarif Abdurahman merupakan masjid pertama yang berdiri di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Masjid ini sama seperti Istana Kadriah yang merupakan peninggalan Kerajaan Pontianak yang berlokasi di Kampung Dalam Bugis, Kota Pontianak, Klaimantan Barat
Masjid Jami Sultan Syarif Abdurahman dan Istana Kadriah merupakan cikal bakal Kota Pontianak yang berdiri tahun 1771. Masjid Jami awalnya hanya sebuah langgar sederhana. Menurut hikayat, masjid ini mulai dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Syarif Usman (1819-1855), sultan ketiga Kesultanan Pontianak. Peletakan batu pertama pondasi bangunan dilakukan pada tahun 1821.
Penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat dari inskripsi huruf Arab di atas mimbar masjid. Di sana tertulis bahwa Masjid Jami dibangun oleh Sultan Syarif Usman pada hari Selasa bulan Muharam tahun 1237 Hijriah. Namun, hingga mencapai bentuk yang terlihat saat ini, masjid mengalami berbagai penyempurnaan yang dilakukan sultan-sultan berikutnya, seperti dilansir dari laman duniamasjid.islamic-center.or.id
Baca Juga : Mengingat Kemegahan Masjid Raya Syuhada, Sulawesi Barat: Desain Bergaya Turki Usmani, Berkaligrafi Emas
Pemberian nama Masjid Jami Sultan Abdurrahman adalah penghormatan kepada pendiri Kota Pontianak, yakni Sultan Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadrie, sultan pertama di Kesultanan Pontianak. Masjid ini juga menjadi saksi sejarah berbagai proses perubahan di Kota Pontianak dan sekitarnya.
Secara keseluruhan, bentuk bangunan masjid banyak mendapat pengaruh dari arsitektur Jawa, Timur Tengah, Melayu, dan Eropa. Hal ini terlihat dari bentuk atap undak layaknya tajug pada arsitektur Jawa dengan bentuk mahkota atau genta khas Eropa di bagian ujungnya. Pengaruh Eropa lainnya tampak pada pintu dan jendela masjid yang cukup besar. Adapun ciri Timur Tengah terlihat pada mimbar yang berbentuk kubah.
Bentuk rumah berkolong atau kerap disebut rumah panggung yang juga diterapkan pada bangunan masjid merupakan gaya bangunan ala Melayu. Lantai masjid diberi jarak sekitar satu setengah meter dari permukaan tanah. Dengan demikian, meskipun berada tepat di atas Sungai Kapuas, masjid tidak pernah terkendala banjir. Kini bagian kolong masjid telah dicor semen untuk mengantisipasi amblas mengingat struktur tanah yang labil dan sebagian bergambut.
Material konstruksi didominasi oleh kayu belian. Kayu tersebut dapat dilihat pada pagar, lantai, dinding, menara, beduk besar yang terdapat di serambi masjid, serta enam tiang utama penyangga ruang masjid yang telah berusia lebih dari 170 tahun.
Baca Juga : Masjid Al-Munawwar Ternate, Maluku Utara: Masjid di Atas Air Melambangkan Cahaya
Masjid tua ini kini berdiri kokoh dan tidak mengubah tampilan lamanya yang orisinal demi mempertahankan eksistensi sejarah.***